NPM : 17515199
KELAS : 1PA16
FAKULTAS : PSIKOLOGI
JURUSAN : PSIKOLOGI S1
MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
. Wr .Wb
Kita
panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat dan
kasih sayang-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah Ilmu Budaya Dasar ini.
Makalah
Ilmu Budaya Dasar yang bertema kebudayaan yang ada di indonesia pada kali ini
saya susun dengan harapan agar kita lebih mengetahui sejauh mana kebudayaan
yang ada di Indonesia dan sekaligus memahami apa yang harus dilakukan untuk
menjaga kebudayaan tersebut sehingga kebudayaan itu dapat menjadi cerita dan
warisan bagi generasi selanjutnya amin.
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... ( A)
1.2
Rumusan Masalah
................................................................... (B)
1.3
Manfaat danTujuan ....................................................................(C)
BAB
II ISI
2.1 Suku Jawa .............................................................................. (D)
2.1 Suku Jawa .............................................................................. (D)
2.2
Suku Batak ………………………………………………………(E).
BAB
III PENUTUP
3.1 kesimpulan ………………………………………………… (F)
3.2
Saran
...........................................................................
(G)
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Pendahuluan
Bagi seorang mahasiswa, dalam bidang studi Ilmu Budaya Dasar merupakan mata
pelajaran yang sangat penting dan sangat bisa membantu kita semua dalam hal
budaya yang sangat kompleks ini . Hal ini sangat membantu untuk mengetahui hal
yang ada di dalam budaya kita termasuk budaya Indonesia yang sangat beragam.
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang ilmu budaya dasar. Yang akan
sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari seperti berinteraksi dengan sesama
budaya yang ada di inidonesia. Materi yang saya tulis mencangkup pengertian
Ilmu Budaya Dasar sederhana yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
dalam hal budaya di indonesia.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, baik dari segi isi,
cara penyajian ataupun bahasa. Walaupun begitu tapi saya berharap semoga
makalah ini sangat berguna bagi kita
semua dan membatu kita untuk mengetahui apa saja yang tidak kita ketahui
mengenai budaya yang ada di indonesia .
1.1 LATAR BELAKANG
Pada pembahasan kali ini saya mengangkat
tema tentang ciri khas dari budaya SUKU
JAWA DAN SUKU BATAK dari Indonesia", judul tersebut saya berikan bukann
tanpa alasan karena penamaan judul tersebut sesuai dengan apa yang ada di kebudayaan Indonesia dan tentunya hanya
bangsa Indonesialah yang memilikinya .
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam
konsep penulisan yang saya tulis ini dimana saya akan membahas dan mempelajari
kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya pada SUKU JAWA dan SUKU BATAK
diantaranya:
1. Apa saja yang ada pada suku jawa dan suku
batak?
2. Apa saja ciri khas dari suku jawa dan suku
batak?
3. Bagaimana budaya yang ada pada suku jawa dan
suku batak?
1.3 MANFAAT
DAN TUJUAN
Adapun Manfaat dan tujuan dari penulisan ini adalah
untuk mengingatkan kembali akan kebudayaan yang sekarang justru ditinggalkan
oleh masyarakat Indonesia sendiri selain itu juga untuk mengenalkan kepada
generasi yang akan datang bahwa kebudayaan
yang ada di Indonesia begitu melimpah sehingga merangsang
generasi muda untuk lebih menghargai kebudayaan yang ada di Indonesia termasuknya
pada suku jawa dan suku batak.
Bab II
ISI
2.1 SUKU JAWA
Pada
provinsi di Jawa Tengah dan Jawa timur adalah provinsi terbanyak ,terbesar ,
dan sangat beraneka ragam di Indonesia. Sebagian besar penduduk jawa tengah dan
jawa timur merupakan suku jawa. selain itu mata pencaharian suku jawa yang
paling utama adalah bercocok tanam ( bertani ), sebernarnya banyak dari
macam-macam bertani ada bertani padi, sayur-sayuran,jagung,kedelai,kacang hijau,
dan ada juga bertenak ikan, serta pencari ikan (nelayan).
Budaya
jawa
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata
dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang
dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial
yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan
status sosialnya di masyarakat.
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari
Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa
Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya
Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa
mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari
hari.
Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan
kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur
terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan
Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang
paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang diminati di
luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik dan Gamelan. Di Malaysia dan
Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit.[4] LSM Kampung
Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama
yang menerima penghargaan seni dari AS tahun 2011. Gamelan Jawa menjadi pelajaran
wajib di Amerika Serikat, Singapura dan Selandia Baru.[5] Gamelan Jawa rutin
digelar di AS-Eropa atas permintaan warga AS-Eropa. Sastra Jawa Negarakretagama
menjadi satu satunya karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Memori
Dunia. Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of
Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan
Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak
bangunan, candi, patung dan seni.[6]
Budaya Jawa termasuk unik
karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu Ngoko, Madya
Krama. Yaitu adalah:
a.Madya karama : Yang dimaksud dengan krama adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa
yang berintikan leksikon krama, atau yang menjadi unsur inti di dalam ragam
krama adalah leksikon krama bukan leksikon yang lain. Afiks yang muncul dalam
ragam ini pun semuanya berbentuk krama (misalnya, afiks dipun-, -ipun, dan
–aken). Ragam krama digunakan oleh mereka yang belum akrab dan oleh mereka yang
merasa dirinya lebih rendah status sosialnya daripada lawan bicara. Ragam krama
mempunyai tiga bentuk varian, yaitu krama lugu, karma andhap dan krama
alus.. contohnya Mbak, njenengan wau
dipadosi bapak.
‘Mbak, Anda tadi dicari bapak’
b. ngoko : ngoko yaitu ungah ungguh bahasa jawa yang
berintikan leksikon ngoko. Ciri-ciri katanya terdapat afiks di-,-e dan –ake.
Ragam ngoko dapat digunakan oleh mereka yang sudah akrab dan oleh mereka yang
merasa dirinya lebih tinggi status sosialnya daripada lawan bicara (mitra
wicara). Ragam ngoko mempunyai dua bentuk varian, yaitu ngoko lugu dan ngoko
alus.
Contohnya : yen mung
kaya ngono wae, aku mesthi ya iso!
“Jika Cuma seperti itu saja, saya pasti juga bisa!” dan Wingenane simbah tindak mrene
‘Kemarin dulu nenek ke sini’
Sistem
kekerabatan suku bangsa Jawa adalah bilateral (garis keturunan ayah dan ibu).
Dalam sistem kekerabatan masyarakat Jawa, digunakan istilah-istilah sebagai
berikut.
- Ego menyebut orang tua laki-laki adalah bapak/rama.
- Ego menyebut orang tua perempuan adalah simbok/ biyung.
- Ego menyebut kakak laki-laki adalah kang mas, kakang mas.
- Ego menyebut kakak perempuan adalah mbakyu.
- Ego menyebut adik laki-laki adalah adhi, dhimas, dik, atau le.
- Ego menyebut adik perempuan adalah ndhuk, denok, atau di.
kepercayaan
Orang Jawa sebagian besar menganut agama
Islam sekitar 95%. Selain itu ada juga yang menganut agama Kristen sekitar 2%
atau 2.476.865 jiwa dan Katolik 2% atau 2.398.865 jiwa, Buddha dan Hindu. Ada
pula filsafat suku Jawa yang disebut sebagai filsafat Kejawen.[7] Filsafat ini
berbeda dengan Taoisme dan Konfusianisme yang tidak memeluk agama tertentu,
kejawen merupakan filsafat yang memperbolehkan bahkan menganjurkan untuk
memeluk agama. Ada pula kaum Abangan yang nominal menganut islam namun dalam
praktiknya masih banyak terpengaruh animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang
kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua
budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa dikarenakan
memiliki filsafat kejawen yang dianggap sebagai pengontrol dan melindungi
jatidirinya sebagai Orang Jawa.
Macam-macam
dan seni masyarakat jawa,
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya
yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang.
Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita
Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat
ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa.
Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam
kehidupan budaya dan tradisi Jawa. Tidak hanya itu ini contoh dari macam-macam
senni masyarakat jawa:
1.Pakain
adat / khas suku jawa
Aadaberbagai macam pakaian
adat dari suku jawa tapi yang paling terkenal adalah BATIK. Tidak hanya itu
tapi juga ada pakaian kebaya jawa, kemben dan kain tapih pinjung dengan
stagen.dan untuk itu kita seharusnya bangga karena batik sudah sudah sangat
mendunia baik di Indonesia maupun di luar negeri dan sudah di akui oleh unesco.
2.kesenian
khas suku jawa
System
kesenian masyarakat jawa memiliki dua tipe yaitu, tipe jawa tengah dan jawa
timur.
a.
Kesenian tipe jawa tengah
Wujud
kesenian tipe jawa tengah bermacam-macam misalnya sebagai berikut :
1.
Seni Tari Contoh : Seni tari tipe jawa tengah adalah tari serimpi dan tari
bambang cakil
2.
Seni Tembang berupa lagu-lagu daerah jawa, misalnya lagu-lagu dolanan suwe ora
jamu, gek kepiye dan pitik tukung,gundul-gundul pacul.
3.
Seni pewayangan merupakan wujud seni teater di jawa tengah contohnya ada wayang
kulit dan wayang wong (orang)
4.
Seni teater tradisional wujud seni teater tradisional di jawa tengah antara
lain adalah ketoprak.
b.
Kesenian tipe jawa timur
Wujud
kesenian dari pesisir dan ujung timur serta madura juga bermacam-macam,
misalnya sebagai berikut :
1.
Seni tari dan teater antara lain tari ngremo, tari tayuban, dan tari kuda
lumping, reog ponorogo.
2.
Seni pewayangan antara lain wayang beber
3.
Seni suara antara lain berupa lagu-lagu daerah seprerti tanduk majeng (dari
Madura) dan ngidung (dari Surabaya)
4.
Seni teater tradisional antara lain ludruk dan kentrung.
c. Alat
musik suku jawa
a. GAMELAN
JAWA
Gamelan Jawa merupakan kesenian suku jawa
dari Budaya Hindu yang digubah oleh
Sunan Bonang, guna mendorong kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam
Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang. Sampai saat ini
tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam, juga pada
pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya
Keraton. Gamelan terdiri atas gambang,
bonang, gender, saron, rebab, seruling, kenong, dan kempul.
1. Kendang / Gendang
Kendang atau gendang adalah alat musik
yang dimainkan dengan cara dipukul / ditepak dengan menggunakan telapak tangan.
Alat musik gendang ini terbuat dari kayu dan kulit binatang, bahan yang sering
digunakan untuk membuat gendang ini adalah kayu nangka, cempedak atau kayu
kelapa. Kulit Kambing dan Kulit Kerbau banyak dipilih untuk bahan kendang yang
disesuaikan dengan jenis nada yang dihasilkan.
Fungsi gendang dalam musik
ensembel / gamelan jawa adalah untuk
mengatur tempo/irama lagu dalam permainan gamelan.
2.
Bonang
Bonang adalah instrumen musik yang
dimainkan dengan cara dipukul dengan menggunakan pemukul khusus. Bonang terbuat
dari perunggu, kuningan dan besi. Dalam gamelan jawa dikenal istilah bonang
barung dan bonang penerus. Perbedaan bonang barung dan penerus terletak dari
ukurannya serta fungsi keduanya. Bonang barung berukuran lebih besar dan
beroktaf tengah hingga tinggi, berfungsi sebagai pembuka dan penuntun dari
sebuah lagu. Sedangkan bonang penerus berukuran lebih kecil dan beroktaf tinggi
dimainkan dengan kecepatan 2 kali lebih cepat dari bonang barung.
3.
Saron
Saron atau yang biasanya disebut juga ricik
,adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan dan
dimainkan dengan cara dipukul. Saron terbuat dari lembaran logam, sedangkan
pemukulnya terbuat dari kayu.
4.
Demung
Demung merupakan alat musik tradisional
jawa tengah yang bentuknya sama seperti saron hanya memiliki ukuran yang lebih
besar. Dalam satu pertunjukan gamelan biasanya terdapat minimal 2 demung yaitu
demung laras Slendro dan demung laras 10. 5.Suling
Jenis instrumen tradisional dari Jawa
Tengah yang dipergunakan dalam set gamelan lainnya adalah suling. Suling
terbuat dari bambu wuluh atau paralon yang diberi lubang sebagai penentu nada
atau laras. Pada salah satu ujungnya yaitu bagian yang di tiup yang melekat di
bibir diberi lapisan tutup dinamakan jamangan yang berfungsi untuk mengalirkan
udara sehingga menimbulkan getaran udara yang menimbulkan bunyi atau suara
Adapun teknik membunyikannya dengan cara di tiup.Pelog.
6.
Siter
Siter merupakan alat musik tradisional Jawa
Tengah yang sumber bunyinya adalah string (kawat). Teknik menabuhnya dengan
cara di petik. Jenis instrumen ini di lihat dari bentuk dan warna bunyinya ada
tiga macam, yaitu siter, siter penerus (ukurannya lebih kecil dari pada siter),
dan clempung (ukurannya lebih besar dari pada siter).
7.
Gong dan Kempul
Gong dan Kempul merupakan alat musik
tradisional jawa tengah yang terbuat dari timah dan tembaga. Dimainkan dengan
cara dipukul. Rangkain instrumen gong terdiri dari kempul, gong suwukan, gong
berlaras Barang, dan gong besar (ageng) yang ditata pada gayor yaitu tempat
untuk menggantung kempul dan gong.
8.
Gambang
Gambang merupakan alat musik tradisional
Jawa Tengah yang terbuat dari bahan kayu berbentuk rangkaian atau deretan
bilah-bilah nada yang berjumlah dua puluh bilah. Cara membunyikan gambang
adalah dipukul dengan tabuh khusus gambang. Fungsi gambang dalam sajian
karawitan sebagai pangrengga lagu.
9.Slenthem
Slenthem merupakan salah satu instrumen / alat
musik tradisional dari jawa tengah yang terdiri dari lembaran lebar logam tipis
yang diuntai dengan tali dan direntangkan di atas tabung-tabung. Dibunyikan
dengan cara dipukul dan menghasilkan dengungan rendah atau gema yang mengikuti
nada saron, ricik, dan balungan.
10. Kenong
Kenong adalah alat musik tradisional Jawa
Tengah yang berfungsi sebagai penentu batas gatra dan penegas irama. Kenong
dibunyikan dengan cara dipukul. Bentuk kenong hampir sama dengan bonang hanya
saja ukurannya lebih besar. Alat ini juga dipukul menggunakan alat pemukul kayu
yang dililitkan kain. Jumlah dalam satu set bervariasi tapi biasanya sekitar 10
buah.
3. Rumah adat khas suku jawa
Rumah
Adat : Rumah Bangsal Kencono, Rumah Joglo, Rumah Padepokan Jawa Tengah,
situbondo
4. upacara adat khas suku jawa
A.Upacara adat perkawinan
Upacara
perkawinan adat pengantin Jawa sebenarnya bersumber dari tradisi keraton.
Bersamaan dengan itu lahir pula seni tata rias pengantin dan model busana
pengantin yang aneka ragam. Seiring perkembangan zaman, adat istiadat
perkawinan tersebut, lambat laun bergerak keluar tembok keraton. Sekalipun
sudah dianggap milik masyarakat, tapi masih
banyak calon pengantin yang ragu-ragu memakai busana pengantin basahan
(bahu terbuka) yang konon hanya diperkenankan bagi mereka yang berkerabat
dengan keraton.
Pada dasarnya banyak persamaan yang
menyangkut upacara perkawinan maupun tata rias serta busana kebesaran yang
dipakai keraton Yogyakarta, Surakarta dan mengkunegara. Perbedaan yang ada bisa
dikatakan merupakan identitas masing-masing yang menonjolkan ciri khusus, dan
itu justru memperkaya khasanah budaya bangsa kita. Bertolak dari kenyataan tersebut, sudah sering diselenggarakan
sarahsehan yang berkenan dengan adat istiadat perkawinan oleh kerabat keraton, agar masyarakat merasa mantap
mendandani calon pengantin dengan gaya keraton, sekaligus agar tidak terjadi
kekeliruan dalam penerapannya. Kali ini PENGANTIN menampilkan rangkaian upacara
adat Pengantin Jawa.
seserahan
Setelah
dicapai kata sepakat oleh kedua belah pihak orang tua tentang perjodohan
putra-putrinya, maka dilakukanlah 'serah-serahan' atau disebut juga 'pasoj
tukon'. Dalam kesempatan ini pihak keluarga calon mempelai putra menyerahkan
barang-barang tertentu kepada calon mempelai putri sebagai 'peningset', artinya
tanda pengikat. Umumnya berupa pakaian lengkap, sejumlah uang, dan adakalanya
disertai cincin emas buat keperluan 'tukar cincin'.
Pingitan
Saat-saat menjelang perkawinan, bagi calon
mempelai putri dilakukan 'pingitan' atau 'sengkeran' selama lima hari, yang ada
pada perkembangan selanjutnya hanya cukup tiga hari saja. Selama itu calon
mempelai putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon mempelai putra. Seluruh tubuh pengantin putri
dilulur dengan ramu-ramuan, dan dianjurkan pula berpuasa. Tujuannya agar pada
saat jadi pengantin nanti, mempelai putri tampil cantik sehingga membuat
pangling orang yang menyaksikannya.
Pasang
Bleketepe/ Tarup
Upacara pasang 'tarup' diawalkan dengan
pemasangan 'bleketepe' (anyaman daun kelapa) yang dilakukan oleh orangtua calon
mempelai putri, yang ditandai pula dengan pengadaan sesajen. Tarup adalah bangunan darurat yang
dipakai selama upacara berlangsung. Pemasangannya memiliki persyaratan khusus
yang mengandung makna religius, agar rangkaian upacara berlangsung dengan
selamat tanpa adanya hambatan.
siraman
Orangtua calon mempelai putri mengambil air
dari 7 sumur, lalu dituangkan ke wadah kembang setaman. Orangtua calon mempelai
putri mengambil air 7 gayung untuk diserahkan kepada panitia yang akan
mengantarnya ke kediaman calon mempelai putra. Upacara ini dimulai dengan
sungkeman kepada orangtua calon pengantin serta para pini sepuh.
Siraman dilakukan pertama
kali oleh orangtua calon pengantin, dilanjutkan oleh para pinih sepuh, dan
terakhir oleh ibu calon mempelai mempelai putri, menggunakan kendi yang
kenudian dipecahkan ke lantai.
Paes/
Ngerik
Setelah
siraman, dilakukan upacara ini, yakni sebagai lambang upaya memperindah diri
secara lahir dan batin. 'Paes' (Rias)nya baru pada tahap 'ngalub-alubi'
(pendahuluan), untuk memudahkan paes selengkapnya pada saat akan dilaksanakan
temu. Ini dilakukan dikamar calon mempelai putri, ditunggui oleh para ibu pini
sepuh.
Sembari menyaksikan
paes, para ibu memberikan restu serta memanjatkan do'a agar dalam upacara
pernikahan nanti berjalan lancar dan khidmat. Dan semoga kedua mempelai nanti
saat berkeluarga dan menjalani kehidupan dapat rukun 'mimi lan mintuno',
dilimpahi keturunan dan rezeki.
Dodol
Dawet
Prosesi ini melambangkan agar dalam
upacara pernikahan yang akan
dilangsungkan, diknjungi para tamu yang melimpah bagai cendol dawet yang laris
terjual. dalam upacara ini, ibu calon mempelai putri bertindak sebagai penjual
dawet, didampingi dan dipayungi oleh bapak calon mempelai putri, sambil
mengucapkan : "Laris...laris". 'Jual dawet' ini dilakukan dihalaman
rumah. Keluarga. kerabat adalah pembeli dengan pembayaran 'kreweng' (pecahan
genteng).
Midodareni
Ini adalah malam terakhir bagi kedua calon
mempelai sebagai bujang dan dara sebelum melangsungkan pernikahan ke esokan
harinya. Ada dua tahap upacara di kediaman
calon mempelai putri. Tahap
pertama, upacara 'nyantrik', untuk
meyakinkan bahwa calon mempelai putra akan hadir pada upacara pernikahan
yang waktunya sudah ditetapkan Kedatangan calon mempelai putra diantar oleh
wakil orangtua, para sepuh, keluarga serta kerabat untuk menghadap calon mertua.
Tahap kedua,
memastikan bahwa keluarga calon mempelai putri sudah siap melaksanakan prosesi
pernikahan dan upacara 'panggih' pada esok harinya. Pada malam tersebut, calon
mempelai putri sudah dirias sebagaimana layaknya.
Pernikahan
Pernikahan, merupakan upacara puncak yang
dilakukan menurut keyakinan agama si calon mempelai. Bagi pemeluk Islam,
pernikahan bisa dilangsungkan di masjid atau di kediaman calon mempelai putri.
Bagi pemeluk Kristen dan Katolik, pernikahan bisa dilangsungkan di gereja.
Ketiga pernikahan
berlangsung, mempelai putra tidak diperkenankan memakai keris. Setelah upacara
pernikahan selesai, barulah dilangsungkan upacara adat, yakni upacara 'panggih'
atau 'temu'.
Wijik
Mempelai putra menginjak telur ayam hingga
pecah. Lalu mempelai putri membasuh kaki mempelai putra dengan air kembang
setaman, yang kemudian dikeringkan dengan handuk. Prosesi ini malambangkan
kesetiaan istri kepada suami. Yakni, istri selalu berbakti dengan sengan hati
dan bisa memaafkan segala hal yang kurang baik yang dilakukan suami. Setelah
wijik dilanjutkan dengan 'pageran', maknanya agar suami bisa betah di rumah.
Lalu diteruskan dengan sembah sungkem mempelai putri kepada mempelai putra.
Pupuk
Ibu mempelai putri mengusap ubun-ubun
mempelai putra sebanyak tiga kali dengan air kembang setaman. Ini sebagai
lambang penerimaan secara ikhlas terhadap menantunya sebagai suami dari
putrinya.
Bobot
Timbang
Kedua mempelai duduk dipangkuan bapak
mempelai putri. Mempelai putri berada dipaha sebelah kiri, mempelai putra
dipaha sebelah kanan. Upacara ini disertai dialog antara ibu dan bapak mempelai
putri. "Abot endi bapakne?" ("Berat yang mana, Pak) kata sang
ibu. "Podo, podo abote," ("Sama beratnya") sahut sang
bapak. Makna dari upacara ini adalah kasih sayang orangtua terhadap anak dan
menantu sama besar dan beratnya.
Guno
Koyo - Kacar-kucur
Pemberian 'guno koyo' atau 'kacar-kucur' ini
melambangkan pemberian nafkah yang pertama kali dari suami kepada istri. Yakni
berupa : kacang tolo merah, keledai hitam, beras putih, beras kuning dan
kembang telon ditaruh didalam 'klasa bongko' oleh mempelai putra yang
dituangkan ke pangkuan mempelai putri. Di pangkuan mempelai putri sudah
disiapkan serbet atau sapu tangan yang besar. Lalu guno koyo dan kacar-kucur
dibungkus oleh mempelai putri dan disimpan.
B.INGIN
MEMILIKI ANAK
Ada beberapa adat istiadat yang biasa
dilakukan oleh masyarakat jawa terutama yang terdapat pada seseorang yang sudah
berumah tangga. Seorang ibu yang menginginkan seorang anak, akan tetapi belum
juga dikasih maka seorang ibu tersebut mengadakan yang dinamakan mupu, mupu
yaitu memungut anak. Tujuannya agar menyebabkan hamilnya seorang ibu yang
memungut anak. Pada saat ibu hamil, jika wajahnya terlihat tidak bersih dan
tidak tampak cantik seperti biasanya, maka dapat disimpulkan bahwa anaknya
adalah laki-laki, akan tetapi, jika ibu wajahnya tampak bersih dan tampak
cantik maka dapat disimpulkan bahwa anaknya perempuan.
Ketika seorang ibu hamil memasuki
kehamilannya yang 7 bulan, maka akan diadakan acara tujug bulanan atau mitoni.
Tujuannya yaitu agar seorang calon bayi dan calon ibu sehat dan lancar dalam
persalinan nanti. Pada tujuh bulanan ada beberapa ritual yang dilakukan, salah satunya
yaitu calon ibu di mandikan dengan air yang diambil dari tujuh sumber yang
berbeda dan juga ditambahkan bunga tujuh macam agar wangi. Ada juga masyarakat
yang hanya merayakan tujuh bulanan ini dengan acara selamatan khataman quran.
Karena simpel tidak terlalu ribet. Pada tujuh bulanan ini pasa masa sekarang
tidak hanya dilakukan pasa suku jawa, akan tetapi ada suku lain juga yang
mengikuti adat suku jawa ini.
Pada saat seorang bayi itu lahir, maka akan
diadakan selametan, biasanya sering juga disebut dengan brokohan. Pada saat
brokohan dilakukan, maka disediakan nasi tumpeng lengkap dengan sayur dan lauk
pauknya. Pada saat seorang bayi berusia 35 hari, maka diadakan acara selametan
selapanan, pada acara selapanan, rambut seorang bayi akan dipotong habis.
Tujuannya agar rambut bayi tersebut akan tumbuh lebat. Dalam acara selapanan
Adat selanjunya yaitu tedak-siten. Adat ini
dilakukan ketika seorang bayi beusia 8 atau 9 bulan. Adat seperti ini yaitu
dimana seorang bayi untuk pertama kalinya menginjak kakinya ke atas tanah.
Dalam pelaksanaan tedak siten ini orang tua harus membantu dengan menuntun sang
anak untuk berjalan diatas cobekan yang didalamnya berisi sesaji makanan
sejenis dodol yang terbuat dari bahan beras ketan berwarna putih dan merah serta
beras kuning. Setelah itu sang anak diturunkan ke atas tanah dengan dibimbing
oleh orang tuanya. Kemudian ibu dan sang anak masuk di dalam kurungan anak,
didalam kurungan tersebut tersedia berbagai mainan yang bisa dipilih oleh sang
anak.
Ketika menjelang
remaja, tiba waktunya seorang anak ditetaki atau dikhitan.
Adat istiadat tersebut selalu dilakukan
oleh masyarakat suku jawa. Tradisi ini masih selalu dilakukan oleh suku jawa
setiap pertumbuhan sang bayi, sejak lahir yang selalu diadakan acara-acara yang
sudah menjadi tradisi suku jawa sampai seorang anak tersebut memasuki tetaki
atau khitan.
C. Selamatan
adalah upacara makan
bersama yang telah diberi doa sebelumnya. Ada empat selamatan di Jawa sebagai
berikut.
Selamatan lingkaran
hidup manusia, meliputi: hamil tujuh bulan, potong rambut pertama, kematian,
dan kelahiran.
Selamatan bersih
desa, upacara sebelum, dan sesudah panen.
Selamatan yang
berhubungan dengan hari-hari/bulan-bulan besar Islam.
Selamatan yang
berhubungan dengan peristiwa khusus, perjalanan jauh, ngruwat, dan menempati
rumah baru. Jenis selamatan kematian, meliputi: nelung dina (tiga hari), mitung
dina (tujuh hari), matang puluh dina (empat puluh hari), nyatus (seratus hari),
dan nyewu (seribu hari).
2.2 SUKU BATAK
Batak merupakan salah satu suku bangsa di
Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan
beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera
Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak
Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak
Mandailing. dan Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku yang berdiam di
wilayah Sumatera Utara, Kota Subulussalam, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Sub
suku Batak adalah: Suku Alas, Suku Kluet,Suku Karo , Suku Toba , Suku Pakpak ,
Suku Dairi , Suku Simalungun , Suku Angkola , Suku Mandailing.
Saat ini pada umumnya orang Batak menganut
agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi ada pula yang
menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut
kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah
penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Konsep
Religi Suku Bangsa Batak – Debata Mulajadi Na Bolon
Di
daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat beberapa
agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam disyiarkan sejak
1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak Mandailing dan Batak
Angkola.
Agama Kristen Katolik dan Protestan
disyiarkan ke Toba dan Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman
dan Belanda sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan)
dianut oleh sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan
Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional
memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi
Na Bolon (Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo). Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan
Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya
terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni
Aji (Karo).
Menyangkut
jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
Tondi,
adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya.
Sahala,
adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
Begu,
adalah tondi yang sudah meninggal.
Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku
Bangsa Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata
yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga
mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang
laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang
rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya,
dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan
perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak
memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah,
satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada
bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil
adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).
Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu
hubungan kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam
kelompok kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan
kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap
kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
Hula-hula;
orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi gadis.
Anak
boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok penerima gadis.
Dongan
tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang, semarga, berdasarkan
patrilineal.
Konsep
Pemimpin Politik Suku Bangsa Batak
Pada
masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri atas tiga bidang.
Bidang
adat. Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang
tokoh, tetapi berupa musyawarah Dalihan Na Tolu (Toba), Sangkep Sitelu (Karo).
Dalam pelaksanaannya, sidang musyawarah adat ini dipimpin oleh suhut (orang
yang mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-hula, dan boru dalam
Dalihan Na Tolu).
Bidang
agama. Agama Islam dipegang oleh kyai atau ustadz, sedangkan pada agama Kristen
Katolik dan Protestan dipegang oleh pendeta dan pastor.
Bidang
pemerintahan. Kepemimpinan di bidang pemerintahan ditentukan melalui pemilihan.
Konsep Agrikultural Suku Batak – Marsitalolo
dan Solu. Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Pada
umumnya, panen padi berlangsung setahun sekali. Namun, di beberapa tempat ada
yang melakukan panen sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun (marsitalolo).
Selain
bercocok tanam, peternakan merupakan mata pencarian penting bagi orang Batak.
Di daerah tepi danau Toba dan pulau Samosir, pekerjaan menangkap ikan dilakukan
secara intensif dengan perahu (solu). Konsep Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi
Suku Bangsa Batak Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk budaya dasar
sebuah bangsa atau suku bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek tersebut pada suku
bangsa Batak.
1. Bahasa
Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa
Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu – Polinesia. Hampir setiap jenis
suku Batak memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh karena itu bahasa
Batak memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat Pakpak
oleh orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun, logat
Toba oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.
2.
Pengetahuan
Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong
royong kuno, terutama dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut
raron oleh orang Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba.
Dalam gotong royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat)
bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.
3.
Teknologi
Teknologi tradisional suatu suku bangsa
adalah bentuk kearifan lokal suku bangsa tersebut. Suku bangsa Batak terbiasa
menggunakan peralatan sederhana dalam bercocok tanam, misalnya bajak (disebut
tenggala dalam bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi), tongkat tunggal,
ani-ani, dan sebagainya.
Teknologi tradisional juga diaplikasikan
dalam bidang persenjataan. Masyarakat Batak memiliki berbagai senjata
tradisional seperti hujur (semacam tombak), piso surit (semacam belati), piso
gajah dompak (keris panjang), dan podang (pedang panjang).
Di bidang penenunan pun teknologi
tradisional suku Batak sudah cukup maju. Mereka memiliki kain tenunan yang
multifungsi dalam kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
a.Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, kata
‘marga’ merupakan istilah antropologi yang bermakna ‘kelompok kekerabatan yang
eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal’ atau ‘bagian
daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra Selatan).
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga
diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga
inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak. Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah
beberapa di antaranya:Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing (Tampubolon),
Baruara (Tambunan), Barutu (Situmorang), Barutu (Sinaga), Butarbutar, Gultom, Harahap, Hasibuan, Hutabarat, Hutagalung,
Gutapea, Lubis, Lumbantoruan (Sihombing Lumbantoruan), Marpaung, Nababan,
Napitulu, Panggabean, Pohan, Siagian
(Siregar), Sianipar, Sianturi, Silalahi, Simanjuntak, Simatupang, Sirait,
Siregar, Sitompul, Tampubolon, Karokaro Sitepu, Peranginangin Bangun, Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga
Sidahapintu, Purba Girsang, Rangkuti.
Masyarakat Batak yang menganut sistim
kekeluargaan yang Patrilineal yaitu garis keturunan ditarik dari ayah. Hal ini
terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari marga
ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah
atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum
wanita. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi pengaruh
perkembangan zaman yang menyetarakan kedudukan wanita dan pria terutama dalam
hal pendidikan.
A.
PAKAIAN SUKU BATAK
Ulos merupakan pakaian adat dari Sumatera Utara. Ulos adalah
kain tenun khas Batak, yang secara harfiah berati selimut yang menghangatkan
tubuh; melindungi dari terpaan udara dingin. Ulos bisa merankan berbagai fungsi
sandang, sebagai selendang, sarung, penutup kepala, dan lain sebagainya. Hari
ini, Ulos masih lestari di lingkungan masyarakat Sumatera Utara. Ulos telah
dengan mulus berakulturasi dengan berbagai jenis sandang modern, seperti kemeja
dan jas.
Ulos dianggap sebagai peninggalan leluhur orang Batak, yang
merupakan bangsa yang hidup di dataran-dataran tinggi pegunugan. Dengan maksud
tetap menjaga tubuh tetap hangat, kain Ulos mereka kenakan untuk menghalau
dingin selama mereka berladang dan beraktivitas lainnya. Konon, dari tradisi
ini juga lahirnya uangkapan bahwa, bagi leluhur orang Batak, ada tiga sumber
yang memberi kehangatan pada manusia, yakni matahari, api dan Ulos. Jika sumber
panas matahari dan api terbatas oleh ruang dan waktu, maka tidak demikian
dengan Ulos, yang bisa memberi kehangatan kapanpun dan dimanapun.
Ulos dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, dari mulai
sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian
atas, penutup punggung dan lain sebagainya. Ulos dalam berbagai bentuk dan
corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya pada masyarakat
Batak Simalungun, Ulos penutup kepala wanita disebut suri-suri, Ulos penutup
badan bagian bawah bagi wanita disebut ragipane, atau yang digunakan sebagai
pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Ulos dalam pakaian pengantin Simalungun
juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut dalihan natolu, yang
terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian
bawah (sarung).
B.
KESENIAN SUKU BATAK
1.
Seni Tari
Tari Tortor menjadi salah satu kesenian yang paling menonjol
dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba. Manortor (menari, bahasa Batak Toba)
merupakan lambang bentuk syukur kepada Mulajadi Nabolon, dewa pencipta alam
semesta, dan rasa hormat kepada hula-hula dalam konsep kekeluargaan mereka.
Oleh karena itu, tari ini biasanya dilakukan dalam upacara ritual, ataupun
dalam upacara adat, seperti acara pernikahan.
2.
Seni Musik
Sejumlah alat musik juga menjadi bagian dalam pelaksanaan
upacara ritual dan upacara adat dalam kebudayaan orang-orang Batak Toba. Dua
jenis ansambel musik, gondang sabangunan dan gondang hasapi merupakan alat
musik tradisional yang paling sering dimainkan. Menurut mitologi etnik Batak
Toba, kedua alat musik tersebut merupakan milik Mulajadi Nabolon, sehingga
harus dimainkan untuk menyampaikan permohonan kepada sang dewa.
Seni Kerajinan
Martonun, atau keterampilan dalam membuat kais ulos dengan
alat tenun tradisional, merupakan salah satu seni kerajinan dalam tradisi adat
Batak Toba, yang hingga saat ini masih bisa dijumpai di pedalaman Pulau Samosir
dan daerah-daerah lainnya di sekitar Danau Toba. Masyarakat Batak Toba
melakukan berbagai seni kerajinan sesuai dengan peran dan fungsinya dalam
struktur adat dan religi yang mereka percaya.
3.
Seni Sastra
Ada banyak seni sastra yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat Batak Toba, meliputi sastra lisan dan sastra tulisan. Beragam cerita
rakyat, seperti terjadinya Danau Toba dan Batu Gantung, menjadi legenda yang
sampai saat ini masih bisa kita dengar. Pantun-pantun yang disebut umpasa juga
ada dalam kebudayaan Batak Toba, yang menjadi kearifan lokal etnik tersebut.
Semua seni sastra itu memiliki makna filosofis dalam kehidupan mereka.
4.
Seni Rupa
Seni pahat dan seni patung menjadi keterampilan utama dalam
seni rupa tradisional yang hidup di Batak Toba. Ukiran-ukiran yang terdapat
gorga atau ornamen rumah adat mereka, menjadi bukti keindahan dari seni pahat
masyarakat Batak Toba. Sedangkan, seni patung bisa dilihat dari banyak
peralatan tradisional, seperti sior dan hujur (panah), losung gaja (lesung
besar), serta parpagaran dan sigale-gale (alat untuk memanggil kekuatan gaib).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat disimpulkan budaya yang ada di Indonesia sangat beragam
, sehingga kebudayaan tersebut telah menjadi jati diri bangsa Indonesia. Sehingga
kebudayaan tersebut telah menjadi aset yang beharga karena menjadi ciri khas
dari bangsa Indonesia yang sangat beraneka ragam.
3.2 SARAN
Kita sebagai warga Negara Indonesia seharusnya sangat
bersyukur dan bangga atas apa yang ada di Indonesia termasuk budaya Indonesia yang
beraneka ragam dan sangat indah , dan seharusnya kita sebagai para generasi
muda harus melestarikann budaya Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
PUSAKAPUSAKA.COM
Kebudayaanindonesia.net
Febbyrachma.blogspot.co.id